" Like a Bird, I know someday after you're tired of flying there and here, you will come and fall for me. Stay with me forever. :) "

Sabtu, 28 September 2013

When The Rain Stops... (Cerpen)

This story is especially presented for my dearest :) I love rain, just like I love you :)

When The Rain Stops...
By : Rin Luan Hawari

-I love it when it’s rain. Raindrop is a part of our memory right? :)- luan


When the rain starts to pour...
Kalau dilihat dari jauh pasti orang orang di sekitar mereka menganggap adegan itu sangat so sweet. Si cowok menyerahkan helm sepedanya pada si cewek dan si cewek sambil ketawa akan bertanya “terus kamu gimana? Kamu yang bakal kehujanan kan?” dan si cowok balas menjawab hangat “gak apa, asal kamu nya sehat, hujan deras pun aku tempuh”

Tapi sayang, kalau dilihat memakai teropong terus dikasih speaker, maka pembicaraan semanis itu gak akan pernah terdengar.

“Ergi! Aku gak cocok tau make make helm beginian!” Alin lagi lagi melepaskan helm sepeda biru yang sudah melekat di kepalanya itu. Dipandangnya cowok tinggi di sebelahnya dengan dahi berkerut tak terima.

Sementara Ergi hanya mengedikkan dua bahunya acuh membuat Alin menghela nafas frustasi. Kehabisan ide dan juga kata kata.

“terserah, kalau gitu kita gak usah pulang aja”

Kalimat santai yang sebenarnya ancaman itu sukses membuat Alin diam seribu bahasa. Hari sudah mulai gelap, namun cuaca sore menjelang magrib itu memang sangat tidak bersahabat. Hujan yang lumayan lebat semenjak jam 4 tadi sukses menahan rencana pulang-ke-rumah- dengan-selamat yang sudah Alin ancang ancang selama perjalanan bersepedanya.

Ditambah lagi harus memenuhi syarat memakai helm sepeda biru milik Ergi selama perjalanan pulang. Menyebalkan. Huh -_-

“tapi lihat, rambutku ke tahan, helmnya jadi gak bisa masuk!” Alin masih bersikeras padahal sebenarnya kalau ikatan rambutnya di rendahkan sedikit helmnya akan langsung pas dengan kepalanya.

Tapi Ergi tidak peduli “yasudah, kita disini aja sampai malam” dan untuk kesekian kalinya argument cewek itu sia sia.

Alin mendengus sementara Ergi tersenyum kecil.

“huh, aku pikir ini nge-date tapi..”

“apa?”

DEG. Mampus.

Dengan gugup Alin menggeleng geleng cepat menyesali aksi bodohnya. Tidak, Ergi tidak boleh mendengar gerutuannya sebentar ini! Tidak! Ayo Alin berpikir! Berpikir!

“ng.. dasar pemaksa”

“huh?” Ergi masih tampak tidak mendengar pernyataan yang barusaja dilontarkan oleh Alin.

“Argh! Sudahlah ayo jalan!” akhirnya dengan berat hati helm itu terpasang di kepala Alin. Alin mengerucutkan bibirnya, ia menoleh tajam pada Ergi. Dalam hati ia sedikit bersyukur suara jumbonya yang biasanya sangat menggelegar bisa sedikit teredam oleh bunyi hujan jadi cowok itu tak bisa mendengar jelas kata katanya. Tak terbayang apa reaksi cowok itu saat Alin baru saja mengatakan apa yang mereka lakukan sore itu adalah nge-date.

“puas?”

Cowok beralmond hitam yang tajam sekaligus mempesona itu tertawa kecil lalu mengacungkan jempolnya yang dibalas Alin dengan kembali mendengus. Dengan sedikit kasar ia menjalankan sepedanya mendahului Ergi. Ia bahkan tidak menoleh sedikit pun dan terus mengayuh sepedanya lurus. Ngambek.

“ye yang ngambek ni…” Ergi tiba tiba saja sudah menjalankan sepedanya berdampingan dengan sepeda Alin yang langsung membuat gadis itu terpekik.

“ei! Jangan tiba tiba nongol dong!” kesal, Alin menjalankan sepedanya lebih cepat tapi tetap saja bisa disusul oleh Ergi.

“Ergi! Duluan aja deh kalau gitu!” Alin membiarkan Ergi mendahuluinya. Tak urung, sikap Alin yang berubah drastis membuat cowok itu bingung, ia menoleh ke belakang dan memergoki Alin menatap punggungnya. Ia memberikan senyum manisnya tapi gadis itu malah memalingkan wajahnya kearah lain.

Bukan hanya itu, berkali kali ia memergoki Alin mengerucutkan bibirnya, menggembungkan pipinya, menyeringitkan dahinya dan semua perilaku yang memperjelas bahwa gadis itu sedang tidak dalam mood yang baik. Apa mungkin hanya karena ia memaksa Alin memakai helmnya gadis itu jadi semarah ini? Tapi masa sih?

Hujan makin lebat, baik baju Alin ataupun baju Ergi sudah basah kuyub dibuatnya. Perjalanan terasa panjang karena keduanya diselimuti keheningan. Alin masih tampak tidak ingin mengatakan apapun sementara Ergi menjadi tak enak mengajak Alin berbicara, tak tau harus mulai darimana lagi.

Tapi tidak mungkin juga ia membiarkan gadis itu terus diam kan?

“hei hari ini padahal aku ingin mengatakan sesuatu padamu” Ergi berujar lembut memberanikan diri. Ia tak ingin berlama lama berada di keadaan seperti ini dan tanpa Alin sadari sepeda cowok itu sudah berjalan beriringan dengan sepedanya. Alin diam, entah kenapa gengsinya masih berada di level paling tinggi membuatnya hanya memandang lurus jalan.

“apa?” akhirnya Alin balik merespon agak malas.

Ergi tidak langsung menjawab, kepalanya mendongkak memandang langit yang keabuan. Rintikan hujan mau tak mau langsung menyambut wajahnya. Air hujan mengalir disekitar wajah cowok itu. Alin yang melihat itu  entah kenapa  tersihir untuk beberapa detik.

“tapi karena hujan tidak jadi deh, hehe”

DEG.

Tidak! Ergi salah! Ergi seharusnya tidak boleh begitu! Alin paling benci digantung. Dan benar saja seketika raut wajah Alin kembali menghitam murung. Gadis itu sudah terlanjur marah  dan sekarang perasaannya semakin tak karuan. Antara penasaran dan kesal. Ergi? Entahlah mungkin cowok itu tidak begitu peka.

“kalau mau bilang ya bilang aja” tanpa sadar Alin mengutarakan isi hatinya yang mungkin hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri. Suaranya pelan seperti tidak ingin Ergi tau ia baru saja kecewa.

Ya, gadis itu pikir hari ini, di sore yang walaupun hujan ia bisa mendengar apa saja yang dirasakan Ergi terhadapnya. Sore ini akan menjadi sore terindah yang akan ia kenang diantara semua sore yang pernah ia jalani. Sore dimana ia berharap bahwa selama 7 bulan mereka dekat Ergi benar benar akan mengatakan ia menyukai Alin dan tidak ingin hubungan mereka akan terus di awang awang.

Tapi tidak. Tidak ada yang terjadi. Ergi tidak melakukan apapun. Mereka tetap bercanda dan bercanda. Alin lelah, entah kenapa perasaannya jadi aneh.

Mungkinkah pada akhirnya semua itu hanya harapannya belaka? Bahkan hujan yang semakin lebat seperti sedang mengejeknya saja.

“oh…” akhirnya Alin mengeraskan suaranya menoleh pada Ergi dengan senyuman tipisnya. Ergi balas tersenyum. Dua senyum yang berbeda makna. Senyum Alin untuk menyemangati dirinya sendiri menutupi kenyataan bahwa ia barusaja patah hati.

Rumah putih itu sudah kelihatan dari jauh dan entah kenapa kayuhan pada pedal sepeda Alin terasa berat. Itu rumahnya. Sementara Ergi masih setia memimpin perjalanan mereka. Gadis itu entah kenapa jadi panik sendiri.

Setelah ia sampai di rumah Alin sadar ia benar benar harus membuat keputusan. Tetap pada Ergi atau meninggalkan cowok itu. 2 kenyataan menyakitkan itu membuat kepala Alin pusing. Ia ingin selalu seperti ini, dekat dengan cowok itu tapi.. tanpa status? Itu akan menyiksanya. Tak ada alasan nantinya jika ia cemburu atau menahan cowok itu untuk suka pada orang lain. Ia takut jika ada orang lain yang bisa membahagiakan Ergi lebih dari dirinya. Tapi tanpa ada kejelasan?  Ketakutannya tak ada artinya. Ia tidak berhak melakukan semua itu. Sebagai cewek pun ia tidak berani mengutarakan perasaannya duluan. Tidak.

Dan pilihan kedua, meninggalkan cowok itu? Jujur saja ia belum siap, ia sudah terlanjur nyaman dan terbiasa dengan Ergi.  Ergi yang mengisi hari harinya. Ia belum bisa melepas cowok itu secepat ini meskipun harus. Memaksakan perasaan itu sulit.

Argh. Alin sadar betapa cinta itu memang harus tegas. Ya, cewek itu yang harus tegas jika memang Ergi belum menegaskannya.

“sudah sampai..”

Suara Ergi yang bass pecah membuyarkan lamunan Alin. Meskipun tampak tenang, hati gadis itu mulai bergemuruh hebat. Dengan hati hati ia memandang wajah Ergi.

“kenapa?”

DEG

Lagi lagi senyum itu. Bahkan perasaannya tersentuh semudah ini hanya karena senyum Ergi bagaimana nantinya jika ia berniat pergi?

“ng..anu”

Ergi terus memperhatikan Alin yang seperti ingin mengatakan sesuatu padanya.

“ng.. anu.. itu..”

Ergi menunggu dengan sabar. Sementara gadis di depannya malah terlihat salah tingkah. Alin menggenggam kuat kedua tangannya. Mulutnya sudah terbuka tapi tak ada satupun kata kata yang mampu keluar. Hanya dentuman jantungnya yang tidak beraturan yang semakin menyuara keras di dalam dadanya.

1 detik

2 detik

3 detik

Alin menghela nafas panjang. Sia sia. Ia tidak bisa.

“ah, lupakan!” Alin menyerah lalu berusaha melepaskan pengait helm sepeda milik Ergi. Ia kesal pada dirinya sendiri. Saking kesalnya pengait helm itu malah tak bisa lepas. Oh? bahkan helm ini tak mau mendengarnya? Alin menariknya sedikit keras

Tapi tiba tiba, diluar apa yang pernah Alin bayangkan, sesuatu yang hangat menahan tangannya,

Dan sebuah tangan lain yang lembut dan sama hangatnya kini terarah pada dagunya. Alin terhenyak.

Dag.Dig.Dug.

“sudah lin, jangan dipaksa”

Dag.Dig.Dug. Suara jantung Alin sangat keras dan cepat. Alin tidak berhenti berusaha menenangkan dirinya sendiri.

‘Apa yang ia lakukan padaku?’

Sementara cowok itu dengan pelan dan hati hati melepaskan pengait helm biru itu dari dagu Alin.  Lalu dengan sama lembutnya ia mengangkat helm itu hingga terlepas dari kepala gadis itu. Setelah berhasil Ergi tersenyum simpul, Alin menatap Ergi tidak percaya. Untuk pertama kalinya tidak ada yang pernah membuat Alin terkejut dan mematung begitu hebatnya selain orang yang membantunya melepas helm sepeda dari kepalanya ini. Sangat gentle dan manis. Jadi ini yang namanya waktu serasa berhenti dan dunia seakan jadi milik berdua?

“maaf aku memaksamu memakainya, ini juga demi kebaikanmu lin” Ergi memukul mukul helm sepedanya yang kini ada di genggamannya. Tapi cewek di depannya masih mematung.

“oh iya.. jika memang tidak bisa dikatakan sekarang tak apa, tak usah dipaksa. Semua ada waktunya kan?”

Alin masih tidak tau akan berkata apa. Ia hanya memandang cowok itu, perasaan mereka barusaja bertengkar sepanjang perjalanan dan sekarang scene mereka berganti menjadi scene teromantis yang pernah ada.

“semua bakal indah pada waktunya”

Deg.

Kata kata itu.

Ujung bibir Alin tertarik hingga membentuk sebuah senyuman. Gadis itu tersadar. Ergi lega setidaknya ini pertama kalinya Alin tersenyum setulus itu semenjak tadi.

“gitu dong, kan cantik. Jelek tau daritadi manyun manyun mulu”

Alin reflek memukul lengan Ergi pelan, membuat Ergi tertawa kecil.

“yasudah sana pulang, daripada hujannya entar lebat lagi” Alin memandang awan yang sudah gelap, dan untungnya hujan entah kenapa tidak selebat tadi turunnya bahkan nayris hanya berupa rintikan kecil.

Ergi mengangguk kecil, lalu mulai menaiki sepedanya. Alin? Ya gadis itu terus memperhatikan cowok yang ia sukai itu. Ada perasaan bersalah karena sudah berniat pergi dari ergi, rintikan hujan yang lebat, helm sepeda biru itu sudah menjadi saksi penuh bagaimana Ergi memperhatikannya begitu tulus. Dan kata kata Ergi. Memang mungkin ia harus menunggu lebih sabar. Semua akan lebih indah pada waktu yang tepat. Alin percaya itu.

Bahkan pertengkaran hatinya selama hujan lebat pun usai, seiring dengan keputusan hatinya untuk menetap pada Ergi. Ya, hujan pun akan berhenti di waktu yang tepat bukan?

-|-|-|-

“aku lagi ke dokter”

“besok lah ya aku kasih tau sakit apa”

Alin menggeram, membaca sms semalam dari ergi membuat gadis itu jadi penasaran setengah mati. Cowok itu memang hobi sekali membuat perasaannya jadi tak karuan.

Separah apa sakit ergi sampai ia tidak boleh langsung tau? Apa karena hujan hujanan dua hari yang lalu? Atau sakit lain yang lebih parah? Ah! Alin ingin tau!

Tapi apa daya, hari ini ergi sama sekali tidak menghubunginya. Tidak untuk mengatakan ia sakit apa, atau sekedar menanyakan dia sudah pulang atau belum. Dan fakta itu semakin membuat alin kehilangan arah. Gadis itu cemas, ya, tapi terlalu malu untuk mengungkapkannya.

Sms? tidak? Sms? tidak? Sms? tidak?

Argh, Alin memasukkan hpnya ke dalam saku. Ia sudah tidak ingin berperang dengan hatinya lagi. Jika memang ergi cowok ergi tidak akan melupakan janjinya begitu saja bukan? Setidaknya itulah yang diharapkan Alin.

Gadis itu mulai melangkah keluar dari kelasnya, ia sedikit menyesal karena membiarkan sahabatnya, ayu pulang duluan kalau pada akhirnya siang yang mulai mendung itu harus ia tempuh sendiri.

TES TES

Oh tidak, sepertinya hujan akan bermurah hati menemani perjalanan pulangnya hari ini.

Ah, kalau begitu apa lagi yang ia butuhkan? Payung!

Alin berhenti berjalan lalu mengacak ngacak tasnya, beberapa detik kemudian helaan nafas kecewa terdengar. Tapi Alin tidak menyerah, ia mengamati tasnya sekali lagi bahkan meraba rabanya sampai pada saku kecil di samping tasnya. Seolah olah payung bisa muat disana, tapi hasilnya nihil, payung tetap tak bisa ditemukan. Dan itu bencana nasional bagi alin.

Ah, sial sial sial. Apa perlu ia mengambil daun lebar sebagai pelindungnya dari hujan seperti di drama drama? Atau ber hujan hujanan di bawah hujan lebat seperti orang patah hati?

Imajinasi Alin memang terlalu liar -_-

Dengan perasaan kesal Alin mempercepat langkahnya meninggalkan semua khayalan khayalanya. Bodoh amat dengan gerimis yang mulai membasahi tubuhnya. Gadis itu tidak peduli lagi ia hanya ingin cepat sampai di rumah. Makan dan tidur. Cukup se sederhana itu.

“huh, seandainya aku tidak menunggumu aku tidak akan kehujanan seperti ini, seandainya kau mengatakan langsung kamu sakit apa mungkin aku tidak akan mengkhawatirkanmu separah ini, apa susahnya sih? seandainya— eh?”

Gadis itu tak berhenti menggerutu sampai tiba tiba hujan tidak lagi dirasa membasahi tubuhnya. Alin celingak celinguk bingung. Aneh, dan lebih aneh lagi saat ia memandang ke depan, rintikan hujan yang mulai lebat masih turun membasahi tanah. Alin menerka nerka apa yang terjadi dan mendongkak,

Astaga! ia hampir saja terperanjat!

Bukannya langit yang ia lihat, tapi…

Wajah itu, tinggi itu, rambut botak itu, almond hitam itu,

“seandainya aku melakukan semua itu, kita gak akan berpayung berdua kayak ini”

Dan suara itu! Jangan bilang…

“ergi?!” alin menatap horror pada ergi. Hei, Sejak kapan cowok itu berdiri di sebelahnya!

Sementara ergi hanya memasang wajah polosnya. oh good~ master of poker face is in action.

“apa yang kau lakukan disini?!”

“memayungi kita”

Huh? Reflek Mata Alin bergerak menatap cowok itu mulai dari bawah sampai atas dan menemukan benda familiar yang ia butuh kan semenjak tadi. Benda yang memang membuat hujan tidak lagi turun langsung menyerang tubuhnya. Benda yang melindungi mereka sekarang. Payung. Payung berwarna.. pink. -_-

“payung siapa yang kau pinjam?!” pekik alin masih belum selesai dengan keterkejutannya. Dan itu membuat ergi malah tertawa terpingkal pingkal. Dunia alin tiba tiba jadi blank, Sudahlah datang gak bilang bilang kayak hantu sekarang cowok di depannya itu malah tertawa kayak habis ngeliat badut.

Tapi di balik semua keheranan alin terselip kelegaan karena cowok itu sama sekali tidak terlihat sakit. Tanpa sadar kini senyum kecil terukir manis di wajah gadis itu.

Sadar diperhatikan ergi berdehem “hei, senyum senyum sendiri, kenapa melihatku seperti itu?”

Ups, ketahuan. Alin balas beredehem, menyembunyikan kegugupannya. Kini kesadarannya  yang sempat melayang beberapa saat lalu sudah terkumpul sepenuhnya dengan sedikit ketus Alin langsung bertanya “GR! Dan eh, seharusnya aku yang bertanya! Sakit apa kamu?”

Ergi tidak menjawab melainkan tersenyum. Senyum yang sulit diartikan bagi Alin.

“ih, kamu gak kayak orang sakit tau! tadi tiba tiba aja datang, sempat sempatnya ngegombal, terus ketawa terbahak bahak, sekarang malah senyum senyum gak jelas. oh oh Ergi?! jangan.. jangan bilang kamu mulai gak waras!”

Tangan Alin terangkat berniat menyentuh dahi ergi memastikan bahwa suhu tubuh cowok itu normal tapi tangannya otomatis berhenti di udara. Ia barusaja berlaku sangat konyol dan sekaligus memperjelas bahwa ia sangat mencemaskan Ergi. Alin benar benar malu dan langsung menunduk dalam dalam.

Meskipun Alin menyembunyikan wajahnya tapi senyum ergi masih belum hilang. Sungguh, ia tidak mengharapkan Alin akan merawatnya atau memberinya perhatian lebih saat sakit tapi mengetahui gadis yang ia sukai memperhatikannya diam diam siapa yang tidak akan bahagia kan?

“tenang, cuma sakit pencernaan kok”

Jawaban yang terdengar ringan itu sukses membuat Alin kembali mengangkat kepalanya. ‘Cuma’? Apa katanya? “hah? Pasti karna kamu suka telat makan! Ergi, selalu deh, aku tu-”

Alin segera menutup mulut. Cukup! kenapa sih ia tidak bisa bereaksi biasa biasa aja? jangan memperjelas perasaanmu ke permukaan dong -_-

“sudahlah!” dengan segera gadis itu membuang pandangannya ke gedung sekolah lainnya. Dan ia baru sadar jika sekolahnya itu masih ramai. Alin terbelalak saat di seberang melihat dilla dan della duo penyebar gossip di sekolahnya sedang duduk santai asyik menontonnya mungkin semenjak tadi. Dilla dan della melambai jahil pada Alin yang membuat gadis itu berteriak panik dalam hati. Tidak! Ancaman datang!

Ia kembali menoleh pada ergi bermaksud memberitahukan itu dan pandangan mereka bertemu,

DEG. ada desiran aneh saat alin menatap almond milik ergi, membuat gadis itu tak tahan menatapnya lama lama, ia ingin mengatakan sesuatu tapi

Tangan Ergi yang segera menepuk nepuk kecil puncak kepalanya seketika menghilangkan semua kata kata yang sudah ia siapkan. Alin membeku namun pipinya malah menghangat dan ia yakin semburat pink kini tengah menghiasi wajahnya. Oh Tuhan… cowok ini…

“makasih telah mengkhawatirkanku lin” ujar ergi tulus.

Alin diam. Selalu mematung seperti ini di kala ergi berhasil mengejutkan hatinya.

“yaah, hujannya udah berhenti ya? jadi gak bisa lagi dong berpayung berdua”

“huh?”

Kalimat ergi sukses membuat satu alis alin terangkat. Cowok di sampingnya tertawa kecil. membangunkan saraf saraf alin. Dan juga mencairkan suasana.

“gombal” alin menjulurkan lidahnya.

“tapi kamu suka kan?” sambil menutup payungnya ergi menatap alin jahil.

Alin diam saja dan segera berjalan ke bangku keramik di depan salah satu kelas di sebelah UKS. ia malas menjawab pertanyaan ergi meski ia tau itu hanya candaan belaka. Tetap saja hatinya tak karuan saat mendengarnya. Dan lagi disini cukup aman untuk berbicara, daripada di tengah lapangan tadi.

“huh, kenapa sih cuma bilang kamu sakit pencernaan aja gak bisa lewat sms aja?” alin bertanya pertanyaan yang memang seharusnya ia ajukan sejak tadi. “kenapa harus sekarang? kan cuma bilang itu aja”

ergi sedikit berdehem sebelum menjawab

“soalnya bukan cuma itu aja yang mau aku bilang”

Untuk pertama kalinya cowok yang memilih berjongkok di depannya ini terlihat aneh. Ergi yang hobi membuat kesal ini entah kenapa terlihat… gugup?

“oh? mau bilang apalagi emang?” tanya alin penasaran.

Ergi menunduk sebelum memberanikan diri untuk menatap lekat mata Alin. Pandangan keduanya bertemu lagi dan membuat sensasi aneh yang menyenangkan bagi ergi maupun alin. Tapi alin langsung menghindari pandangannya dengan menunduk. Ia takut, ia takut ergi bisa lihat bagaimana cara pandang Alin padanya berbeda. ia takut, perasaan terlalu jelas.

dag.dig.dug

“kan, kamu tau aku ‘itu’ sama kamu…”

itu?

“ng.. kamu juga pernah bilang ‘itu’ juga sama aku…”

itu?

Alin menyeringitkan dahinya. Itu? itu apa yang sedang ergi bicarakan sekarang?

Tapi saat menatap almond indah milik ergi Alin sadar.  itu? jangan bilang itu yang barusan ergi bilang artinya… suka?

Sekarang entah kenapa alin jadi ikut ikutan gugup. Meskipun telat sadarnya tapi alin tau kemana arah pembicaraan ini, dan kenyataan itu malah membuat tangan Alin mendingin. Gadis itu mau tak mau jadi gelisah. Aduh, rileks alin… rileks..

dag. dig. dug.

“dan aku gak mau hubungan kita terus ngambang, di awang awang, kamu juga kan lin?”

dad. dig.dug

Alin tidak mampu menjawab dan ergi memang tidak masalah alin menjawab atau tidak. Hati gadis itu tercekat dan entah kekuatan darimana alin tidak lagi mengalihkan pandangannya dari ergi, almond hitam itu berhasil menguasainya.

Nafas cowok itu memburu, ia tau ini saatnya

“ng.. Alin…”

“mau gak.. kamu jadi pacar aku?”

Suasana mendadak hening. Bahkan sisa sisa air hujan yang jatuh dari atap pun bisa terdengar, mungkin juga suara detak jantung dua anak manusia yang kini terdiam hanya karena kata kata tulus yang barusan terucap.

eh? hujan berhenti ya?

Alin membeku lagi. Jantungnya mulai berirama makin cepat apalagi saat ia sadar posisi lutut kaki kanan ergi yang menyentuh lantai. oh astaga~ terlihat seperti orang yang akan melamar saja! belum lagi pipi alin yang langsung memanas membuat wajahnya semerah tomat.

Oh Tuhan.. Ergi barusaja bilang apa? bilang apa? uwaaa~~ ini bukan mimpi kan?

Alin tak bisa menyembunyikan senyumnya yang lantas membuat ergi ikut ikutan tersenyum. cowok itu mengaruk garuk  tengkuknya yang tak gatal meredam kegugupannya. Bagaimanapun ia tak boleh senang dulu, alin belum mengatakan apapun kan?

“jadi gimana?” tanya ergi memandang alin.

Alin ragu sesaat sebelum membalas tatapan ergi “kamu serius gi?”

Tanpa lama lama ergi mengangguk mantap. “serius” ujarnya tegas. almond hitamnya bahkan tidak menyiratkan keraguan sedikitpun.

baiklah, kalau sudah begini….

“ya” jawab alin pelan bahkan nyaris seperti bisikan.

“apa?”

“iya” alin sedikit menaikkan suaranya.

“apa?”

“iya” alin berbicara dengan nada normal.

“apa?”

“ERGI!!!” alin menghentakkan kakinya kesal lalu memandang ergi yang kini malah tersenyum manis. Bukannya ia tidak mendengar, suara paling pelan dari alin saja sudah bisa ia dengar sejak tadi hanya saja mendegar kata ‘iya’ berulang ulang dari gadis itu membuat sensasi melegakan di hati ergi.

“iya apa?”

“maksudmu?” alin tidak mengerti.

“masak iya aja?”

Hening sejenak.

“iyaakumau” alin mengucapkannya cepat tanpa jeda. Membuat ergi tertawa. Menggemaskan sekali.

Hening lagi.

“Makasih ya lin”

Alin mengangguk lalu tersenyum. Gadis itu masih tak menyangka padahal dua hari lalu ia masih berperang dengan hatinya. Malah sempat terpikir akan meninggalkan Ergi tapi sekarang? semua ketidak pastian hubungan mereka sirna sudah. Alin sungguh bahagia akan semua itu.

“sekarang mau pulang?”

“tapi kan hujannya udah mulai turun lagi” alin menatap gerimis yang perlahan mulai jatuh membasahi bumi. Sudah mau hujan lagi rupanya.

Ergi malah tersenyum lalu menarik payung pink yang sejak tadi terabaikan olehnya. menyodorkannya pada alin yang langsung membuat gadis itu terbelalak.

“tenang.. kan ada ini”

“ERGI!!!”

and their new story  begin ;)

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar